PERCAKAPAN KESEPULUH VIBHUTI YOGA (Bhagavad Gita Bab X)

Bhagavad Gita

Bab X -VIBHUTI YOGA

Selanjutnya dalam Bab kesepuluh Krisna menguraikan manisfestasi Brahman dalam berbagai wujud, sebagai sumber segala-galanya. Mengetahwi adalah mengetahwi semua

Arjuna mempelajari dan mengakui nilai positif dan kebesaran Brahman, bahwasanya Brahman tak terlahirkan, tanpa asal mula, penguasa tertinggi, asal ada, segala tumbuh daripada-Nya, pensuci tertinggi dan dewata pertama.

Arjuna ingin mengetahui manisfestasi Brahman, dan ia bertanya tentang ini dan keagungan yoga Brahman, Krisna menjawab bahwasanya Wujud Brahman adalah jiwa yang terdiam dalam hati semua insani, permulaan + pertengahan + pengahabisan dari semua.

Kemudia Krisna menjelaskan berbagai manisfestasi Brahman dalam alam kosmos, dalam planet dalam kitab suci, dari diri devata, dalam manusia, dalam huruf, dalam binatang, dalam tumbuh-tumbuhan, dalam benda, dalam sifat, dalam pengetahuan dan dalam berbagai hal. Baca pos ini lebih lanjut

WANITA MADUNYA MANTRA DAN YADNYA

Merupakan kesia-siaan seorang suami melakukan upacara agama tanpa keikutsertaan istri tercinta disampingnya. Sehingga, suami yang bijaksana tidak akan melakukan upacara tanpa kehadiran istrinya.

Kutipan Markandya purana diatas, tentunya, akan dapat termaknai, bahwa tidak hanya masalah kehadiran wanita yang menjadi fokus perhatian, namun ada makna yang lebih dalam, artinya “wanita harus dilindungi oleh suami agar senantiasa berada didalam lindungannya”. Hanya dengan prilaku demikian, puncak kebahagiaan, atau candi niknmatnya suami – istri, akan tercapai. Upacara yang merupakan tali pengikat dari pada purusa (suami) dengan prakreti (istri), keberadaannya harus menyatu, sehingga upacara itu dapat terlaksana.

Kutara Manawa, menjelaskan bahwa, suami istri merupakan cikal bakal terbentuknya hukum kehidupan, baik sebagai panutan, dibidang spiritual, ia juga sebagai panutan tata kehidupan bermasyaraklat maupun bernegara, disamping merupakan dasar utama, terjadinya tata hubungan pewarisan bagi anak – anaknya. Lebih Lanjut Kutara Manawa, buku kesembilan, Atha Nawano’Dhyayah sloka 1 menguraikan sebagai berikut : Baca pos ini lebih lanjut

TRI HITA KARANA DAN TAT TWAM ASI SEBAGAI KONSEP KEHARMONISAN DAN KERUKUNAN

Rumah Bali

Tri Hita Karana

Oleh :

PUTU DUPA BANDEM

(Ketua PHDI Prov. Kalbar dan Wakil Sekretaris FKUB Prov. Kalbar)

OM SWASTYASTU

OM AWIGNAM ASTU NAMA SIDAM,

OM ANO BADRAH KRATAWO YANTU WISWATAH.

I.    PENDAHULUAN 

Dalam konsep Hindu untuk mewujud keharmonisan dan kerukunan sesama Umat manusia terutama Umat Beragama serta lingkungan dan semua ciptaan Tuhan Yang Maha Esa ( Brahman / Ida Sang Hyang Widi Wasa ) adalah Berpedoman pada ajaran Tri Hita Karana dan Tat Twam Asi. Ajaran tersebut dijadikan konsep yang sangat essensial mengenai bagaimana caranya bisa hidup rukun dan harmonis dalam suasana multicultural di NegaraIndonesiayang mempunyai karakter tersendiri di bandingkan Negara-negara lain di Dunia. Ajaran ini bersumber dari Kitab Suci Weda sebagai sumber ajaran bagi Umat Hindu yang harus diketahui, dipahami dan di amalkan dalam kehidupan sehari-hari baik dalam kehidupan bermasyarakat, beragama, berbangsa dan bernegara. Baca pos ini lebih lanjut

DITJEN BIMAS HINDU KEMENAG R.I. MELAKSANAKAN BINTAL DI GUNUNG SALAK

Dirjen Bimas Hindu beserta Pejabat Eselon II dan Pengurus Pura

Bagi seorang Pegawai Negeri Sipil (PNS) guna membangun citra positif di masyarakat harus mengedepankan kepentingan bersama dan bukan golongan atau perseorangan. Dengan berfikir, berkata, dan berbuat baik atau yang biasa disebut Tri Kaya Parisudha merupakan salah satu alternatif perwujudan PNS yang seutuhnya, yang berkarakter dan bertanggung jawab terhadap tugas dan fungsinya sebagai seorang abdi masyarakat.

Untuk mewujudkan hal tersebut, Ditjen Bimas Hindu Kementerian Agama RI, pada hari Jumat (23/12/11) lalu melaksanakan acara Pembinaan Mental (bintal) seluruh pegawai di Pura Parhyangan Agung Jagatkartha, Gunung Salak, Bogor. Yang dihadiri juga oleh seluruh unit eselon Ditjen Bimas Hindu.

Bintal dilaksanakan setiap tahun sekali. Acara ini terlaksana dari APBN DIPA Ditjen Bimas Hindu Tahun 2011. Yang diisi dengann kegiatan persembahyangan dan Dharma Wacana. Tujuan pelaksanaan bintal ini tidak lain adalah sebagai sarana pembinaan mental pegawai dan sekaligus  untuk peningkatan Sradha dan Bhakti sebagai umat Hindu. Baca pos ini lebih lanjut

SEJARAH KEPEMIMPINAN DITJEN BIMAS HINDU KEMENAG R.I.

Jika kita mau meruntut asal mula dari Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Hindu ternyata semua dimulai dari adanya tuntutan masyarakat Bali kepada pemerintah agar di Departemen Agama Republik Indonesia dibentuk bagian Hindu Bali, hingga akhirnya melalui proses panjang dengan tahapan- tahapan sebagai berikut :

  1. Periode Tahun 1946 – 1952. Pada periode ini bisa dikatakan sebagai proses awal pembentukan wadah (Direktorat Jenderal) khususnya untuk agama Hindu dan Buddha dengan membentuk susunan organisasi Departemen Agama. Dalam periode ini pula di Bali timbul suatu reaksi, didasari oleh karena agama Hindu Bali itu dianggap sebagai suatu aliran/kepercayaan, sehingga timbul perjuangan untuk menyatakan agama Hindu sebagai agama bukan sebagai aliran, sehingga tahun 1952 khususnya untuk penduduk yang beragama Hindu di Bali oleh pemerintah daerah Bali dengan membentuk kantor Dinas Urusan Agama Otonomi. Umat Hindu di Bali tidak ada hentinya untuk terus mengupayakan serta mengusahakan dan memohon kepada pemerintah agar Agama Hindu diberikan tempat di lingkungan Departemen Agama RI. Tuntutan ini baru terlaksana pada tahun 1960 dengan dibentuknya bagian Urusan Hindu Bali pada Departemen Agama Republik Indonesia.
  2. Periode Tahun 1952 – 1961. Pada periode ini merupakan awal dari pembentukan Dinas Urusan Agama Otonomi yang dibentuk di Propinsi Bali, pada Tahun 1960 ini, merupakan awal masuknya agama Hindu dalam jajaran Departemen Agama. Dengan nomenklatur saat itu dikenal dengan sebutan Bagian Urusan Hindu Bali. Penetapan ini didasarkan atas dasar Keputusan Menteri Agama RI Nomor 40 Tahun 1960 dengan Kepala Bagian yang pertama adalah I Gusti Gde Raka, dibantu oleh I Nyoman Kajeng dan Oka Diputera sebagai staf, berkantor di Merdeka Utara yang kemudian dikenal dengan sebutan gedung kuning (kementerian agama). Kemudian berdasarkan Keputusan Menteri Agama RI Nomor 40 Tahun 1960 disusul dengan penyempurnaannya berdasarkan Keputusan Menteri Agama RI Nomor 86 Tahun 1961 dan kemudian dirubah dengan Keputusan Menteri Agama RI Nomor 87 Tahun 1961.
  3. Periode Tahun 1961 – 1966. Pada periode ini Urusan Agama Hindu di Bali, sudah dikenal dengan sebutan bagian J, dengan alamat kantor masih di alamat semula. Pada periode ini terjadi perkembagan dengan meningkatan struktur, yang didasarkan atas Surat Keputusan Menteri Agama RI Nomor 47 Tahun 1963. Dengan peningkatannya adalah dari Bagian Urusan Hindu Bali menjadi Biro Urusan Hindu Bali dan sebagai Kepala Bironya saat itu adalah Gde Pudja, MA dilengkapi dengan Bagian Umum, Bagian Pendidikan dan Bagian Penerangan.
  4. Periode Tahun 1966-1967. Pada periode ini merupakan titik awal berdirinya Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Hindu dan Buddha. Berdasarkan Keputusan Presiden RI Nomor 170 Tahun 1966. Biro Urusan Agama Hindu Bali, ditingkatkan menjadi Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat beragama Hindu dan Buddha. Adapun Kantornya pindah ke Jl. Thamrin No. 6 Jakarta, dengan susunan organisasinya diatur atas dasar Keputusan Menteri Agama RI No. 56 Tahun 1967.
  5. Periode Tahun 1967-1973. Pada periode ini tepatnya sampai dengan 31 Agustus 1973, Direktur Jenderal Bimas Hindu dan Buddha dijabat oleh I.B.P Mastra. Beliau adalah Dirjen Bimas Hindu Bali dan Buddha yang pertama yang telah merintis pengenalan agama Hindu dan Buddha ditengah-tengah kehidupan agama lainnya. Sekolah Pendidikan Guru yang didirikannya pada tahun 1959 adalah Dwijendra Denpasar pada tahun 1968 yang kemudian berhasil dinegerikan, kemudian disusul dengan pendirian PGA Hindu Negeri Singaraja dan PGA Hindu Negeri Mataram yang disusul pada Tahun 1969 berdasarkan Keputusan Presiden RI Nomor 39 Tahun 1969. Hal ini sebagai bukti nyata pemerintah menghargai kedudukan agama Hindu maupun Buddha di tengah-tengah agama-agama lainnya.
  6. Periode Tahun 1973-1985. Pada periode ini tepatnya tanggal 31 Agustus 1973 Gde Pudja, MA, SH dilantik sebagai Dirjen Bimas Hindu dan Buddha yang kedua, pada periode ini mulai ada terjemahan dan penerbitan buku-buku dari berbagai bagian dari Kitab Weda. Seperti Manawa Dharma Sastra, Upanisad dan buku-buku lainnya sebagai rintisan dalam penyebaran kitab-kitab suci agama Hindu dan tidak hanya itu saja pada periode ini juga didirikan Sekolah Pendidikan Guru Agama Hindu Negeri (PGAHN) di Denpasar, Singaraja dan Mataram berdasarkan Keputusan Presiden RI Nomor 22 Tahun 1980, yang didukung dengan Keputusan Menteri Agama Nomor 68 Tahun 1980 yang dituangkan dalam Organisasi Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Hindu dan Buddha.
  7. Periode Tahun 1985-1994. Pada periode ini tepatnya tanggal 18 Nopember 1994 Drs. I Gusti Agung Gede Putra dilantik sebagai Dirjen Bimas Hindu dan Buddha yang ke tiga. Pada masa periode ini beliau disamping masih melanjutkan penerbitan buku-buku weda yang telah dilakukan oleh Dirjen Bimas Hindu dan Buddha sebelumnya, periode ini ditambah dengan adanya pengadaan lebih lanjut dilengkapi dengan pengadaan buku-buku agama yang sifatnya praktis. Pada waktu kepemimpinan beliau ada diterbitkannya Undang-Undang RI No. 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan PP Nomor 60 Tahun 1999 Tentang Pendidikan Tinggi yang telah mengisyaratkan bahwa seorang Guru Agama harus berpendidikan tinggi minimal tingkat Diploma II (D.II) untuk guru-guru SD dan Diploma III (D.III) untuk guru SLTP. Akhirnya berdasarkan konsekuensi dari kebijakan nasional tersebut PGAHN Denpasar, Singaraja maupun Mataram dibubarkan. Dengan tujuan meningkatkan kualifikasi pendidikan guru-guru agama Hindu Tingkat Sekolah Dasar, dengan melaksanakan program penyetaraan D.II melalui program belajar jarak jauh yang bekerjasama dengan Universitas terbuka. Dengan maksud untuk pengadaan calon guru-guru agama Hindu tingkat SD dan SLTP dengan kualifikasi D.II dan D.III kemudian dirintislah usaha mendirikan Akademi Pendidikan Guru Agama Hindu Negeri itupun atas dasar Surat Keputusan Menteri Agama RI Nomor 58B tanggal 25 Mei 1993. Akademi Pendidikan Guru Agama Hindu Negeri Denpasar yang disingkat APGAHN Denpasar diresmikan dengan membuka program studi Diploma II dan Diploma III jurusan Pendidikan Agama Hindu dengan Direktur Utama adalah I Gede Sura.
  8. Periode Tahun 1994-1997. Pada periode ini tepatnya pada tanggal 18 Nopember 1994 – 17 Pebruari 1997, I Ketut Pasek dilantik menjadi Dirjen Bimas Hindu dan Buddha yang keempat. Pada periode ini program penyetaraan D.II bagi guru-guru pendidikan agama Hindu dapat dituntaskan, APGAHN Negeri Denpasar juga mulai menghasilkan alumnusnya untuk program D.II maupun D.III yang secara bertahap. Kemudian alumnus tersebut diangkat sesuai dengan tersedianya formasi. Pada kepemimpinan beliau banyak disumbangkan pengeras suara untuk sarana dan tempat persembahyangan juga pencetakan buku-buku suci agama Hindu maupun Buddha yang tidak kalah pentingnya juga ditingkatkan guna memenuhi kebutuhan masyarakat yang lainnya.
  9. Periode Tahun 1997 – 2000. Pada periode ini tepatnya pada tanggal 30 Juli 1997 – 29 Mei 2000, Ir. I Wayan Gunawan dilantik menjadi Dirjen Bimas Hindu dan Buddha yang kelima, namun sebelumnya ada kekosongan pimpinan (vacum of power) dan pada waktu transisi itu kepemimpinan di isi oleh Drs. Budi Setiawan, M.Sc sebagai Plt. Dirjen Bimas Hindu dan Buddha yang juga merangkap sebagai Direktur urusan Agama Buddha. Pada masa jabatan Ir. I Wayan Gunawan penataan administrasi dan disiplin pegawai beliau mendapat perhatian khusus, dan tidak hanya itu Sekolah Tinggi Agama Hindu Negeri Denpasar berhasil dilaksanakan pada periode ini, berdasarkan atas Keputusan Presiden Nomor 20 Tahun 1999 tertanggal 3 Maret 1999 tentang pendirian STAHN Denpasar yang ditandatangani oleh Presiden RI ( Prof. DR. BJ. Habibie), Dalam Keputusan Presiden ini STAHN Denpasar diperkenankan membuka empat jurusan yaitu : Jurusan Pendidikan Agama Hindu, Penerangan Agama Hindu, Hukum Agama Hindu dan Jurusan Filsafat Agama Hindu. Selanjutnya pada tanggal 10 April 1999 STAHN Denpasar diresmikan oleh Menteri Agama Prof. Drs. A. Malik Fajar, M.Sc. pada tanggal 9 September 1999, dan Bapak Drs. I Wayan Suarjaya, M.Si diangkat sebagai Ketua STAHN Denpasar beliau juga yang merintis terjemahan kitab suci ke Bahasa Indonesia.
  10. Periode Tahun 2000 – 2006. Pada periode ini tepatnya tanggal 29 Mei 2000 Ditjen Bimas Hindu dan Buddha dipimpin oleh Drs. I Wayan Suarjaya, M.Si dilantik menjadi Dirjen yang keenam dan pada periode ini beliau berhasil menambah STAHN yang telah ada sebelumnya, yaitu berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 27 Tahun 2001 tanggal 21 Pebruari 2001, tentang Pendirian Sekolah Tinggi Agama Hindu Negeri Gde Pudja Mataram di Nusa Tenggara Barat dan Sekolah Tinggi Agama Hindu Negeri Tampung Penyang Palangkaraya di Kalimantan Tengah. Pada tanggal 24 April 2001 STAH Gde Pudja Mataram diresmikan penegriannya oleh Menteri Agama, didampingi oleh Dirjen Bimas Hindu dan Buddha Drs. I Wayan Suarjaya, M.Si yang kemudian disusul lagi dengan peresmian STAHN Tampung Penyang Palangkaraya diresmikan oleh Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Hindu dan Buddha (Drs. I Wayan Suarjaya, M.Si). Mulai saat itu dirintis pembukaan program pasca sarjana pada STAHN Denpasar dengan konsentrasi Brahmawidya (theology), dan disusul penegrian Sekolah Agama Hindu Negeri dari tingkat Taman kanak-kanak sampai tingkat umum, yang diberi nama: Pratama Widyalaya untuk tingkat Taman kanak-kanak, Madyama Widyalaya untuk tingkat SLTP dan Adi Widyalaya untuk tingkat SLTA dan sebagai tidak lanjut pelaksanaan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 165 Tahun 2000 dikeluarkanlah Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi Dan Tata Kerja Departemen Agama. Kemudian pada periode ini terjadi perubahan yang cukup signifikan pada Direktorat Jenderal Hindu dan Buddha, yaitu terjadi pengembangan struktur Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Hindu dan Buddha sesuai PERPRES No. 63 Tahun 2005 tanggal 14 Oktober 2005, yang ditindaklanjuti dengan Peraturan Menteri Agama No. 3 Tahun 2006 tanggal 24 Januari 2006 yaitu pemekaran Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Hindu dan Buddha menjadi Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Hindu dan Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Buddha.
  11. Periode Tahun 2006 – 2014. Pada periode 2006 tepatnya pada tanggal 8 Juni 2006, kepemimpinan Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Hindu dipercayakan kepada Prof. Dr. IBG Yudha Triguna, MS. Beliau dilantik menjadi Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Hindu yang ketujuh. Dalam melaksanakan tugasnya beliau menggunakan pola Kepemimpinan Demokratis. Dengan penerapan pola tersebut, iklim organisasi dan budaya kerja pegawai Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Hindu dapat ditingkatkan. Disamping itu beliau juga memiliki strategi yang sangat jitu dalam memperjuangkan anggaran dengan pola standar minimal pelayanan, sehingga anggaran Ditjen Bimas Hindu dari tahun ke tahun bisa meningkat.

Dengan meningkatnya anggaran tersebut program kerja Ditjen Bimas Hindu dapat berjalan secara baik dan lancar. Hal ini dibuktikan dengan meningkatnya bantuan lembaga keagamaan, tempat ibadah, lembaga pendidikan keagamaan serta yang lebih menonjol lagi diterbitkan Ijin Operasional Pembukaan Program Studi maupun Pendirian Perguruan Tinggi Agama Hindu. Dalam rangka peningkatan kwalitas dan pengembangan wawasan pejabat Eselon I, II dan III Ditjen Bimas Hindu mengadakan studi banding ke India yang dilaksanakan pada tanggal 10 s/d 21 Nopember 2007.

Dari hasil studi banding tersebut terbukalah wawasan baru untuk membuka fakultas yang mempelajari tentang Ayur Weda (pengobatan sesuai ajaran Weda). Ide tersebut terwujud dengan dikeluarkannya Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 56 Tahun 2008 tentang Pemberian Persetujuan Pembukaan Program Strata Satu (S1) Kesehatan Ayur Weda, Pendidikan Agama Hindu dan Hukum Hindu dan Hukum Agama Hindu pada Fakultas Ilmu Agama Universitas Hindu Indonesia (UNHI) Denpasar.

Di samping itu, keberhasilan dalam pengembangan bidang pendidikan agama Hindu antara lain :

  1. Keputusan Menteri Agama RI Nomor 139 Tahun 2008 tentang Pembukaan Program Pascasarjana Strata Dua (S2) Pendidikan Agama Hindu dan Program Pascasarjana Evaluasi Pendidikan Agama Hindu pada Universitas Hindu Indonesia (UNHI) Denpasar.
  2. Surat Keputusan Dirjen Bimas Hindu Nomor : DJ.V/104/SK/2008 tentang pemberian ijin Operasional Kepada Sekolah Tinggi Agama Hindu (STAH) Lampung Untuk Program Strata Satu (S.1) Jurusan Pendidikan Agama Program Studi Pendidikan Agama Hindu.
  3. Surat Keputusan Dirjen Bimas Hindu Nomor : Dj.V/73/SK/2008 tentang Ijin Operasional Pendirian Sekolah Tinggi Agama Hindu (STAH) Dharma Sentana Sulawesi Tengah.
  4. Terakreditasinya Program Strata Satu (S1) Pendidikan Agama Hindu pada STKIP Agama Hindu Amlapura dengan nilai B.
  5. Terakreditasinya Program Strata Satu (S1) Pendidikan Agama Hindu pada STKIP Agama Hindu Singaraja dengan nilai B.
  6. Terakreditasinya Program Studi Magister (S2) Brahma Widya (Teologi Hindu) dan Program Studi Magister (S2) Dharma Acarya (Ilmu Pendidikan Agama Hindu) Program Pascasarjana Institut Hindu Dharma Negeri (IHDN) Denpasar dengan nilai B.

12. Periode Tahun 2014-2020

Pada tanggal 17 Oktober 2014, Prof. Drs. I Ketut Widnya, M.A., M.Phil., Ph.D dilantik menjadi Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Hindu.

Beliau lahir di Serangan Badung, 10 Juni 1962 dan diangkat menjadi Pegawai pada Ditjen Bimas Hindu-Budha tanggal 1 Maret 1989, kemudian tanggal 1 Juli 1993 menjadi Pembimbing Masyarakat Hindu pada Kanwil Departemen Agama Provinsi Kalimantan Barat. Selanjutnya melanjutkan sekolah S2 dan S3 di University Of Delhi dan menjadi Guru Besar tahun 2009. Terhitung tanggal 2 Oktober 2009 diangkat menjadi Ketua STAHN Gde Pudja Mataram dan kemudian menjadi Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Hindu Kementerian Agama R.I.

Mengawali beliau menjabat menjadi Dirjen saat masih pelaksanaan Jambore Pasraman II di Solo. Diperkenalkan saat Penutupan kegiatan Jampasnas II.

Diakhir tahun 2014 terbit PMA 56 Tahun 2014 tentang Pendidikan Keagamaan Hindu yang merupakan pijakan dalam penyelenggaraan Pendidikan Keagamaan Hindu dalam wadah Pasraman.

Masa kepemimpinan beliau di bidang Pendidikan Ditjen Bimas Hindu banyak menerbitkan izin Pendirian dan Operasional Pasraman Formal, baik dari tingkat Pratama, Adi, Madyama, dan Utama Widya Pasraman. Juga Pendirian STAH Bhatara Guru Kendari.

13. Periode 2020-sekarang
Dr. Tri Handoko Seto, S.Si., M.Sc., terpilih menggantikan Prof. Widnya menjadi Dirjen Bimas Hindu Kemenag R.I. dan dilantik 10 Augustus 2020 oleh Menteri Agama, Fahrul Rozi. Terpilihnya Tri Handoko juga menjadi catatan sejarah, sebab baru kali ini posisi Dirjen Bimas Hindu Kemenag R.I. diisi pejabat beragama Hindu dari etnis non Bali.

Tri Handoko Seto awalnya menjabat jabatan Pimpinan Pratama di BPPT Kemenristek R.I.

TUTURAN BHATARI BATUR

Masyarakat Batur, Kintamani, Bangli, percaya bahwa penyembah Pura Ulun Danu Batur yang berjumlah 45 buah desa itu bermula dari tuturan yang berkembang secara turun tumurun. Di sampung itu, terdapat pula bukti arkeologis tentang tuturan tersebut yakni sebuah labu yang dipakai menjual air. Di Batur tuturan tersebut terkenal dengan nama Ida Bhatari Batur Madolan Toya. Secara singkat ceritanya seperti yang diceritakan oleh Jro Mangku Kridit, Ketut Samua, dan Nengah Tekek berikut ini.

Tersebutlah Batari Batur setelah menetap di Batur, dan memiliki air cukup besar, berupa sebuah danau. Beliau berkeinginan menjual atau menukar airnya ke desa-desa tetangganya. Karena merasa canggung sebagai putri, beliau merubah dirinya menjadi seorang laki-laki yang kudisan, berbau dengan pakaian compang-camping. Beliau memikul dua buah labu besar berisi air, menuju arah Timur Laut, melewati Pura Balingkang. Setibanya di perbatasan Desa Blandingan, beliau merasa kecapaian dan mengaso. Karena merasa terlalu berat maka sebagian airnya ditumpahkan di sana sehingga menjadi Manik Muncar, yang letaknya di sebelah Barat Laut Belandingan. Baca pos ini lebih lanjut

Pura Batur

Pura Batur

Dasar Bali

Balinese culture, tradition, tourism and book

ST Kawula Wisuda

Sekaa teruna-teruni Banjar adat Kulub. Tampaksiring, Gianyar-Bali.

WP SHOP COLLECTION

Belanja Murah Terjamin & Berkualitas, Disini Tempatnya!!!

desak14cemplok

Serasa hidup kembali

...blog nak belog...

...catatan harian seorang manusia biasa...

Nyoman Djinar Setiawina

Sakiti diri sendiri sebelum menyakiti orang lain. Pengenalan terhadap diri sendiri awal daripada pengembangan pengetahuan.

Dharmavada

Pembawa Pesan Kebajikan & Kebenaran

CORETAN

Luapan Pikiran Tertulis Dalam Kertas

Baliaga

menggali jati diri orang Bali

INDONESIA EX-MUSLIM FORUM

Telling the truth about Muhammad and Islam

Puisi dan Cerpen Bali

Kumpulan-kumpulan puisi dan cerpen bahasa Bali karya I Wayan Kertayasa

perskanaka

LPM KANAKA FAKULTAS SASTRA UNIVERSITAS UDAYANA

IMBASADI

Ikatan Mahasiswa Bahasa dan Sastra Daerah se-Indonesia

FACETRICK's MP3 BALI

BANYAK CARA DENGAN TRICK

Indonesia Proud

Bangunlah Jiwanya...Bangunlah Badannya...Untuk Indonesia Raya!

Media Kanak Dusun

Istiqomah Dalam Bekarya Menuju Kemandirian

Different kind of Mahabharata

Another stories behind the epic

nakbaliblog

Jadilah Apa Yang Kita Suka, Bikinlah Apa Yang Kita Suka, Jalanilah Apa Yang Kita Suka

Artikel Ajaran Agama Hindu

Artikel Agama Hindu, Ajaran atau Pelajaran Tentang Agama Hindu