Sejarah Hari Raya Nyepi di Indonesia

Om Swastyastu,

Nyepi merupakan Hari Raya Umat Hindu untuk memperingati perayaan Tahun Baru Saka. Yang perhitungannya berdasarkan sasih, atau bulan. Jaruh setiap 360 hari sekali.

Bagi masyarakat Hindu Bali Nyepi identik dengan hari di mana kita tidak keluar rumah seharian, hari di mana kita tidak melakukan pekerjaan apapun seharian, hari tanpa kebisingan, di mana malam harinya sepi dan gelap gulita karena tidak boleh menyalakan lampu, hari yang memberi kesempatan untuk “mulat sarira” (melakukan introspeksi atau kembali ke jati diri) dengan merenung atau meditasi, hari dengan pelaksanaan Catur Brata Penyepian.

Umat Sedharma yang berbahagia, kita merayakan Nyepi setiap tahun, namun apa semua tau bagaimana sejarahnya perayaan Nyepi bisa seperti saat ini? Sumber teksnya ada di kitab apa? Ini tentunya menjadi pertanyaan yang ada di pikiran banyak orang.

Maka dari itu, pada kesempatan ini saya akan mencoba berbagi informasi yang saya peroleh dari berbagai sumber, semoga bermanfaat, bisa menambah pengetahuan kita tentang Sejarah Hari Raya Nyepi di Indonesia.

Umat sedharma, kita semua tahu bahwa agama Hindu berasal dari India dengan kitab sucinya Weda. Di awal abad masehi bahkan sebelumnya, Negeri India dan wilayah sekitarnya digambarkan selalu mengalami krisis dan konflik sosial berkepanjangan.

Pertikaian antar suku-suku bangsa, al. (Yaitu Suku Saka, Pahiava, Yueh Chi, Yavana dan Malaya) menang dan kalah silih berganti. Gelombang perebutan kekuasaan antar suku menyebabkan terombang-ambingnya kehidupan beragama itu. Pola pembinaan kehidupan beragama menjadi beragam, baik karena kepengikutan umat terhadap kelompok-kelompok suku bangsa, maupun karena adanya penafsiran yang saling berbeda terhadap ajaran yang diyakini.

Dan pertikaian yang panjang pada akhirnya suku Saka menjadi pemenang di bawah pimpinan Raja Kaniskha I yang dinobatkan menjadi Raja dan turunan Saka, tanggal 1 (satu hari sesudah tilem) bulan 1 (caitramasa) tahun 01 Saka, pada bulan Maret tahun 78 masehi.

Dari sini dapat diketahui bahwa peringatan pergantian tarikh saka adalah hari keberhasilan kepemimpinan Raja Kaniskha I menyatukan bangsa yang tadinya bertikai dengan paham keagamaan yang saling berbeda. Sejak tahun 78 Masehi itulah ditetapkan adanya tarikh atau perhitungan tahun Saka, yang satu tahunnya juga sama-sama memiliki 12 bulan dan bulan pertamanya disebut Caitramasa, bersamaan dengan bulan Maret tarikh Masehi dan Sasih Kesanga dalam tarikh Jawa dan Bali di Indonesia. Sejak itu pula kehidupan bernegara, bermasyarakat dan beragama di India ditata ulang.

Oleh karena itu peringatan Tahun Baru Saka bermakna sebagai hari kebangkitan, hari pembaharuan, hari kebersamaan (persatuan dan kesatuan), hari toleransi, hari kedamaian sekaligus hari kerukunan nasional. Keberhasilan ini disebar-luaskan keseluruh daratan India dan Asia lainnya bahkan sampai ke Indonesia.

Pada abad ke-4 Masehi agama Hindu telah berkembang di Indonesia, sistem penanggalan Saka pun telah berkembang pula di Indonesia.

Itu dibawa oleh seorang pendeta bangsa Saka yang bergelar Aji Saka dari Kshatrapa Gujarat (India) yang mendarat di Kabupaten Rembang, Jawa Tengah, pada tahun 456 Masehi.

Dinyatakan Sang Aji Saka di samping telah berhasil mensosialisasikan peringatan pergantian tahun saka ini, juga berhasil mensosialisasikan aksara Jawa yang merupakan cikal bakal aksara Bali.

Demikianlah awal mula perkembangan Tahun Saka di Indonesia. Pada zaman Majapahit, Tahun Saka benar-benar telah eksis menjadi kalender kerajaan. Di Kerajaan Majapahit pada setiap bulan Caitra (Maret), Tahun Saka diperingati dengan upacara keagamaan. Di alun-alun Majapahit, berkumpul seluruh kepala desa, prajurit, para sarjana, Pendeta dan Sri Baginda Raja. Topik yang dibahas dalam pertemuan itu adalah tentang peningkatan moral masyarakat. Dan mensosialisasikan tentang Pada tahun 456 Masehi (atau Tahun 378 Saka), datang ke Indonesia seorang Pendeta penyebar Agama Hindu yang bernama Aji Saka asal dari Gujarat, India. Beliau mendarat di pantai Rembang (Jawa Tengah) dan mengembangkan Agama Hindu di Jawa.

Ketika Majapahit berkuasa, (abad ke-13 Masehi) Perayaan Tahun Saka pada bulan Caitra ini dijelaskan dalam Kitab Nagara Kartagama oleh Rakawi Prapanca pada Pupuh 8, 12, 85, 86 – 102. Sejak itu Tahun Saka resmi digunakan di Indonesia. Masuknya Agama Hindu ke Bali kemudian disusul oleh penaklukan Bali oleh Majapahit pada abad ke-14 dengan sendirinya membakukan sistem Tahun Saka di Bali hingga sekarang. Di Bali, perayaan Tahun Saka ini dirayakan dengan Hari Raya Nyepi berdasarkan petunjuk Lontar Sundarigama dan Sanghyang Aji Swamandala. Hari Raya Nyepi ini dirayakan pada Sasih Kesanga setiap tahun. Biasanya jatuh pada bulan Maret atau awal bulan April.

Perpaduan budaya (akulturasi) Hindu India dengan kearifan lokal budaya Hindu Indonesia (Bali) dalam perayaan Tahun Baru Saka inilah yang menjadi pelaksanaan Hari Raya Nyepi unik seperti saat ini.

Umat sedarma, demikianlah sejarah hari raya Nyepi yang dirayakan umat Hindu di Indonesia. Semoga bermanfaat.

Matur Suksma
Om Santi, Santi, Santi, Om.

Tumpek Landep: Makna dan Tujuannya

Om Swastyastu,

Tumpěk Landěp dirayakan setiap Saniścara Kliwon Wuku Landěp. Tumpěk Landěp adalah tumpek yang pertama dalam satu siklus pawukon dirayakan setiap 210 hari sekali. Pada Tumpek Landěp adalah pemujaan Sang Hyang Pasupati, dan juga sebagai pujawali Batara Siwa.

Dalam lontar Sundarigama disebutkan:

“…Kunang ring wara landěp, saniścara kliwon pūjawalin bhatara śiwa, miwah yoganira Sanghyang Paśupati….kalinganya rikang wwang, apaśupati landěp ing iděp, samangkana lěkasakna sarwa mantra wiśesa, danurdhara, uncarakna ring bhusananing papěrangan kunang, minta kasidhyan ring Sanghyang Paśupati…”. (artinya pada wuku landěp yaitu Saniscara Kliwon wuku Landěp merupakan hari suci bhatara Śiwa dan Sanghyang Paśupati…adapun untuk manusia selalu mengasah pikiran menjadi tajam, demikian juga merapalkan mantra-mantra mujarab, untuk senjata panah, pada bhusana perang, mohon anugrah keberhasilan kepada Sanghyang Paśupati)

Tumpěk Landěp memuliakan Teknologi.

Tumpěk Landěp merupakan hari peringatan untuk memohon keselamatan kehadapan Hyang Widhi Wasa dalam manifestasinya sebagai Sanghyang Paśupati. Tumpěk Landěp merupakan momentum umat Hindu di Bali sebagai pernyataan syukur dan menghargai keberadaan teknologi (terbuat dari besi, logam, perak, emas dan sejenisnya), karena telah membantu manusia dalam menjalani hidup dan penghidupannya. Teknologi membuat manusia bisa menaklukkan berbagai kesulitan-kesulitan dalam hidup dan menempatkan manusia meningkatkan taraf kehidupannya.

Tumpěk Landěp juga sebagai wujud puji syukur umat Hindu kehadapan Sang Hyang Widhi yang telah memberikan pengetahuan dan kemampuan merancang teknologi canggih sehingga tercipta benda-benda yang dapat membantu sekaligus mempermudah kehidupan manusia. Ungkapan terima kasih dan pengharapan umat Hindu agar segala benda yang telah membantu aktivitas manusia diberkahi sehingga dapat memberikan manfaat bagi kebahagiaan umat manusia.

Makna Perayaan Tumpěk Landěp

Kata landěp memiliki pengertian lancip, runcing, tajam atau ketajaman. Secara harfiah diartikan senjata tajam seperti tombak dan keris. Benda-benda tersebut berfungsi sebagai senjata untuk menegakkan kebenaran. Oleh karena itu benda-benda tersebut diupacarai. Namun dalam konteks kekinian dan kedisinian, senjata lancip itu telah meluas, tak hanya keris dan tombak, juga benda-benda hasil cipta karsa manusia yang dapat mempermudah hidup seperti sepeda motor, mobil, mesin, computer, laptop dan sebagainya. Benda-benda itulah yang diupacarai, namun umat Hindu bukanlah menyembah benda-benda teknologi tersebut, tetapi memohon kepada Sanghyang Paśupati yang telah menganugerahkan kekuatan pada benda tersebut sehingga dapat bermanfaat dan mempermudah hidup.

Makna ke dalam Tumpěk Landěp merupakan tonggak penajaman pikiran (landeping idep). Penyadaran kepada manusia mengenai instrumen terpenting dalam kehidupan ini adalah idep (daya pikir). Kemampuan berpikir (idep) inilah yang menjadikan manusia sebagai makhluk termulia dibandingkan tumbuhan dan hewan. Sepatutnya manusia tiada henti-hentinya mengasah ketajaman pikirannya sehingga tercapai kecemerlangan budhi. Dengan kecemerlangan budhi akan mampu memilah dan memilih mana yang baik dan mana yang buruk. Perayaan Tumpěk Landěp adalah mengucapkan puji syukur kepada Sanghyang Paśupati yang telah menganugrahi kecerdasan dan ketajaman pikiran kepada manusia. Senjata yang paling utama dalam kehidupan ini adalah pikiran, karena pikiranlah yang mengendalikan semuanya yang ada. Semua yang baik dan yang buruk dimulai dari pikiran. Pikiran melahirkan daya cipta rasa dan karsa manusia dalam menciptakan sesuatu yang dapat mempermudah kehidupannya untuk mencapai kebahagiaan.

Tumpěk Landěp tak berdiri sendiri-hampir semua hari-hari suci umat Hindu saling berkaitan. Tumpěk Landěp merupakan rentetan setelah hari raya Saraswati. Hari suci Saraswati dimaknai sebagai hari pemuliaan ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan membuat manusia bisa mencapai kecerdasan, ketajaman logika juga kebijaksanaan. Selanjutnya Pagěrwěsi bermakna membentengi diri dari pengaruh negatif agar ilmu pengetahuan bermanfaat dalam mensejahtrakan diri sendiri dan masyarakat.

Tumpěk Landěp sepuluh hari setelah Saraswati adalah simbol untuk pemantapan ilmu pengetahuan untuk memperbaiki kwalitas diri maupun pengamalan diri. Ilmu Pengetahuan itu harus dikukuhkan, dipasupati, agar runcing sehingga bisa dimanfaatkan untuk menuntun dan membedah segala masalah manusia dalam kehidupan di dunia.

Begitu tingginya filosofi umat Hindu di Bali dalam memaknai segala sesuatu yang ada di dalam kehidupannya. Ini juga yang membuat Bali dikenal sangat unik dan eksotis bagi orang-orang yang pernah mengunjunginya. Hendaknya teologi dan budaya nusantara seperti inilah yang sepatutnya di lestarikan sebagai bentuk warisan para leluhur, yang menunujukkan jati diri dan karakter Bali di tanah Nusantara.

Om ā no bhadrah kratavo yantu viśvatah (Semoga segala pikiran yang baik datang dari segala penjuru).

Om śāntih śāntih śāntih Om. (Made Surada- Dosen IHDN Denpasar)

Apa Yang Diburu Lubdaka Di Zaman Kali?

Umat Hindu kemarin telah merayakan Hari Suci Siwalatri (26/1/17), banyak yang menjalankan ritual Siwalatri dengan melakukan bratha/pantangan dan semedi/meditasi, mapuasa. Baik dengan berpuasa tidak makan, tidak bicara, tidak bekerja, tidak tidur atau begadang/majagra, atau bahkan melakukan tirtha yatra, dengan melakukan persembahyangan ke Pura Pura di sekitar tempat tinggal. Bahkan yang kreatif membuat kegiatan pesantian, dharmatula, dharmawacana, dharmawidya, dll. di Pura atau Pasraman masing-masing. 

Siwalatri, malam pemujaan Siwa. Datangnya setahun sekali berdasarkan perhitungan sasih/bulan tahun Saka, yaitu Purwaning Tilem Kapitu. Hari ini yang dipuja adalah Siwa. Tokoh utama Protagonisnya ADALAH …SIWA! Maha suci, pelebur mala, maha pengampun, maha pelindung, maha segala-galanya. Beliulah yang mereka buru. Sang Penekun Kebahagiaan utama moksartham jagadhita. 

Hari Suci Siwalatri sangat identik dengan Cerita Lubdaka, dan umat sedarma pastilah tidak asing lagi dengan cerita ini. Lubdaka adalah tokoh yang tidak pernah berbuat baik tapi mampu menuju SIWALOKA…! Teka-teki Empu Tanakung (Penulis cerita Lubdaka) baru terpecahkan, ternyata Lubdaka tidak pernah berbuat baik, seorang pemburu, dan tidak sadar dan tidak sengaja memuja SIWA di malam Siwalatri, dan diterima di SIWA LOKA. Betapa mulia dan maha pemurahnya dan sangat, sangat pemaafnya,  Dewa Siwa kepada para umatnya yang pernah melakukan dosa. Di sinilah pesannya, maka Pujalah dan Muliakan Beliau. Om Nama Siwaya. Sedikitpun tidak ada kata terlambat menuju ajaran SIWA. Karena Beliau akan menganugrahkan Jagra/kesadaran.

*

Di jaman Kaliyuga ini, siapakah Lubdaka sang pemburu itu? Dan apa yang diburu olehnya? Hingga harus melakukan tapa Siwalatri ini juga?

Lubdaka masa kini (wartamana Lubdhaka).

Lubdaka itu tiada lain dan bukan adalah kita sendiri. Ya, kita! Kita! Kita! Kitalah lubdaka itu. Di mana kita setiap hari melakukan perburuan. Lalu, perburuan masa kini itu apa?

Yg diburu: Kekuasaan, Uang/harta benda/kekayaan, Wanita/pria, Ilmu pengetahuan, Judi, Prestise diri (seperti agar dianggap suci, wisesa, ngiring, dsb. Itulah yang diburu manusia pada kaliyuga ini. Anda merasakan diri anda berburu salah satu dari itu? Atau bahkan semuanya? Ingat, berburu jangan sampai lupa diri/tersesat.

Setiap usaha, daya upaya yang kita lakukan untuk mencapai yang diinginkan itu tidak akan luput akan dosa. Besar atau kecilnya. Disengaja atau tidaknya, bukanlah ukuran. Dosa, tetaplah dosa. Oleh karenanya, Kita umat Hindu selalu merayakan hari Siwalatri setiap tahunnya, untuk mengingatkan kita atas segala kesalahan dan perbuatan yang telah berlalu setahun terakhir. Waktu untuk kita introspeksi diri, mulat sarira.  Waktu untuk melakukan bratha, memohon maaf dan berserah diri pada manifestasi Tuhan, yaitu Siwa. Agar kita menjadi manusia dengan kualitas diri yang lebih baik ke depannya. 

Om Nama SiwayaOm Nawa Siwaya

Om Nama SiwayaOm Nawa Siwaya

-pkj-

Untung Saya Seorang Hindu! Pemeluk Ajaran Sanatana Dharma

Belakangan ini, isu sara begitu kental membaur dibumbui kebencian, kedengkian dan di wadah dengan Mangkok politikus rakus bak virus. 

Namun dari banyaknya isu sara ini, dan perdebatan yang muncul, saya sangat bersyukur lahir pada orang beragama Hindu dan pemeluk ajaran Sanathana Dharma. Kenapa? Jawabannya saya temukan pada ketersenyuman saya ketika orang memperdebatkan agama, dan apalagi membandingkan agamanya dg agama saya. hemm.. Mungkin kutipan tulisan dari umat sedharma berikut bisa dijadikan refleksi dari ketersenyuman saya.

Ini ajaran Agama  Hindu

Sanatana Dharma Memberikan Kebebasan Berkeyakinan

Anda meyakini Tuhan disebutkan Aastika. Diterima. Anda tidak meyakini Tuhan disebutkan Nastika. Diterima juga. 

Anda ingin menyembah Arca (Patung Suci). Silahkan. Anda disebutkan Murti Pujak. Bila Anda tidak ingin menyembah Arca tidak masalah. Anda dapat fokus kepada Nirguna Brahman.

Anda ingin mengkritik sesuatu dalam ajaran Hindu? Silahkan Maju. Kita menerima kritik yang berdasarkan ilmu logika dan analisa filsafat dengan metodologi dari sastra Tarka dan Nyaya. 

Anda ingin menerima keyakinan dengan apa adanya. Silahkan. Anda ingin memulai perjalanan spiritual Anda dengan membaca Bhagvad Gita. Teruskan. Anda ingin memulai perjalanan spiritual Anda dengan pelajari Veda Samhitas, Upanishad atau Purana. Tidak ada halangan. 

Anda tidak suka pelajari Sastra Veda atau buku-buku spiritual lain. Tidak masalah Sahabatku. Lanjutkan saja dengan Bhakti Yoga. Anda tidak suka pendekatan Bhakti. Tidak masalah. Jalankan Karma (perbuatan, pikiran dan perkataan) yang Baik. Jadilah seorang Karma Yogi. 

Anda ingin menikmati hidup keduniawian. Silahkan. Ini adalah filsafat keduniawian, Charvaka. Anda ingin menjauhkan diri dari segala keduniawian dan menemukan Tuhan. Jadilah seorang pertapa, Sadhu. 

Anda tidak suka dengan konsep Tuhan. Anda hanya percaya pada Alam saja. Selamat Datang. Pohon merupakan teman kita dan Prakriti, Alam yang layak disembah. Anda percaya pada satu Tuhan atau Energi yang Maha-Agung. Ikuti filsafat Advaita. 

Anda ingin seorang Guru. Maju dan menerima kewajiban sebagai Sisya atau calon Guru. Anda tidak ingin seorang Guru. Bantulah dirimu sendiri dengan cara bermeditasi dan belajar. 

Anda meyakini energi Tuhan yang feminin. Silahkan menyembah, puja dan bhakti kepada Shakti. 

Anda percaya bahwa setiap manusia adalah sama dan sejajar. Betul! “Vasudhaiva Kutumbakam” (Dunia adalah Satu Keluarga). 

Anda tidak punya waktu untuk merayakan festival dan hari-hari suci. Jangan khawatir. Festival dan hari-hari suci yang lain akan datang! Anda adalah orang yang bekerja terus. Tidak punya waktu untuk berupacara atau puja. Tidak masalah. Anda masih seorang pemeluk ajaran Hindu. 

Anda ingin pergi ke kuil, pura atau candi untuk bersembahyang atau puja. Pengabdian dalam Bhakti dicintai kita semua. Anda tidak ingin pergi ke kuil, pura atau candi. Tidak masalah. Anda masih bisa melakukan puja dan bhakti dalam hati. 

Anda tahu bahwa Sanatana Dharma menyediakan berbagai cara hidup, dengan pilihan yang cukup signifikan. 

Anda percaya bahwa segala sesuatu berada dalam Tuhan, dan Tuhan berada di dalam segala sesuatu. Jadi Anda menyembah Ibu, Ayah, Guru, Batu, Pohon, Sungai, Matahari, Bulan, Bumi dan Alam Semesta. Jika Anda tidak percaya bahwa segala sesuatu ada Tuhan di dalamnya. Tidak ada masalah. Kita menghormati sudut pandang Anda. “Sarve Janah Sukhino Bhavantu” (Semoga semua orang hidup bahagia).

Dalam Rig Veda telah digambarkan sebuah petunjuk yang penting bagi kita semua di muka bumi ini, yaitu biarkan pengetahuan yang menginspirasi datang kepada kita dari segala arah, asalkan pengetahuan itu tidak destruktif dan tidak memecah belah.

Ini satu sudut pandang dari esensi Universal yang disediakan Sanatana Dharma, yang melengkapi dan meliputi segalanya. Itulah mengapa ajaran Hindu telah bertahan dalam ujian waktu meskipun diserang baik dari dalam dan luar berulang kali. Ajaran Hindu terbentuk dari segala kebaikan dari segala sudut pandang dari segala sesuatu. Itulah alasannya mengapa disebutkan Sanatana Dharma, atau Aturan yang Kekal Abadi.

Om santih  santih santih  Om

Diambil dari grup agama Hindu. (Bila Suka Silahkan Share)

DAKSINA

Daksina dapat diartikan sebagai kekuatan Brahman yang memiliki sifat Nirguna Brahman, dilihat dari kata daksina adalah selatan, selatan dalam pengideran disimbulkan sebagai agni dengan Prabhawanya sebagai kekuatan Brahma, memiliki fungsi sebagai pencipta sehingga dapat sebutan sebagai “Brahman”, kemudian Brahman bermanifestasi menjadi 13 (tiga belas) kekuatan sebagai pesaksi umat Hindu dalam beryadnya antara lain:

  1. Serobong daksina adalah sebagai simbul alam semesta dengan Prabhawanya sebagai Sang Hyang Ibu Pertiwi.
  2. Berisi tetampak adalah sebagai simbul adanya Hukum sebab akibat (RTA) dengan Prabhawanya sebagai Sang Hyang Ruwa Bhineda.
  3. Berisi beras adalahsebagai simbul adanya udara dengan Prabhawanya sebagai Sang Hyang Bayu.
  4. Berisi porosan silih asih adalah sebagai adanya kekuatan Kama dengan Prabhawanya sebagai Sang Hyang Semara.
  5. Berisi sebutir pangi adalah sebagai simbul samudra dengan Prabhawanya sebagi Sang Hyang Baruna.
  6. Berisi gebantusan adalah sebagai simbul adanya gaib di alam semesta ini dengan prabhawanya sebagai Sang Hyang Indra.
  7. Berisi pepeselan adalah sebagai simbul tumbuh-tumbuhan di alam semesta dengan prabhawanya sebagai Sang Hyang Sangkara.
  8. Berisi kelapa adalah simbul Matahari dengan prabhawanya sebagai Sang Hyang Surya.
  9. Berisi sebutir telur itik adalah sebagai simbul planet Bulan dengan prabhawanya sebagai Sang Hyang Wulan.
  10. Berisi sebutir buah kemiri adalah seabagi simbul bintang dengan prabhawnaya sebagai Sang Hyang Tranggana.
  11. Berisi seuntai benang putih adalah sebagai simbul awan dengan prabhawanya sebagai Sang Hyang Aji Akasa.
  12. Berisi wang kepeng bolong satu kepeng adalah sebagai simbul ruang angkasa dengan prabhawanya sebagai Sang Hyang Sunia Mertha.
  13. Berisi sebuah canang sari adalah sebagai simbul adanya kekuatan mata angin Timur, Selatan, Barat, Utara dan di tengah dengan prabhawanya sebagai Sang Hyang Panca Dewata (Lontar Pelutaning Yadnya).

Melihat dari penjelasan di atas, maka dapat dihubungkan dengan stavanya sang Hyang Siwa Raditya maka 13 (tiga belas) kekuatan tersebut mendapat sebutan sebagai Sang Hyang Triodasa Saksi sesuai dengan sahannya antara lain:

Baca pos ini lebih lanjut

CANANG

Upakara dengan kwantitas terkecil yang dikenal dengan istilah kanista atau inti dari Upakara disebut “Canang”, untuk dapat mengambil semerti dari canang dapat diambil dari kata canang, yang berasal dari suku kata “Ca” yang artinya indah, sedangkan suku kata “Nang”, artinya, tujuan yang dimaksud (kamus Kawi-Bali). Dengan demikian maksud dan tujuan canang adalah, sebagai sarana bahasa Weda untuk memohon keindahan (Sundharam) kehadapan Sang Hyang Widhi.

Mengenai bentuk dan fungsi canang menurut pandangan ajaran Agama Hindu di Bali memiliki beberapa bentuk dan fungsi sesuai dengan kegiatan upacara yang dilaksanakan. Canang dapat dikatakan sebagai penjabaran dari bahasa Weda melalui simbul-simbulnya yaitu : Baca pos ini lebih lanjut

STRUKTUR MANGGALA UPACARA BUTA YADNYA

PENDAHULUAN

  • Ajaran Buta Yadnya bersumber dari ajaran Tantrayama yang merupakan salah satu sakti-sakti atau Saktisme.
  • Sakti dilukiskan sebagai dewi sumber Kekuatan atau Tenaga.
  • Sakti adalah Simbul dari Bala atau Kekuatan dari sisi lain Sakti juga di samakan dengan Energi atau Kala.
  • Saktisme sama dengan Kalaisme di sebut juga kalamuka.
  • Di India aliran Sakti ini kebanyakan Asli India yang di sebut “Sudra Kapalikas”.
  • Pengikut Sakta ini selalu melaksanakan “Panca Ma” sebagai dari Ritual mereka:  Mamsa (makan daging), Matsya (makan ikan), Mada (minum minuman keras),  Mudra (Melakukan Gerak Tangan), Mituna (Mengadakan hubungan Cinta yang berlebih lebihan).
  • Aliran ini memuja Dewi sebagai Ibu,baik berawi,Ibu Durga atau kali dan Durga inilah melahirkan para Buta buti dengan kekuatan Yoganya.
  • Dalam Dharma Sastra para golongan Buta Kala ini termasuk golongan Sadya di ciptakan oleh Brahman.
  • Golongan Sadya ini terdiri dari berbagai jenis Daitya, Danawa, Raksasa, Yaksa,  Gandarwa.
  • Buta Buti yang di sebut dalam Sastra mempunyai sifat kroda.
  • Supaya para Buta Kala tidak mengganggu ketentraman hidup Manusia mereka harus di berikan kurban kebali (Caru).Hal ini di uraikan dalam manawa Dharma Sastra III.73.
  • Prahuta adalah upacara Bali yang di haturkan di atas Tanah kepada Para Buta.

Baca pos ini lebih lanjut

Sasana Kepemangkuan

SASANA: ETIKA DAN TUGAS PEMANGKU

Pendahuluan

Bila kita perhatikan kegiatan keagamaan di Bali tidak lepas di dalamnya terkandung suatu ajaran mengenai etika, susila, upakara dan tampaknya aktivitas upakara dan upacara yang sangat mendominasi aktivitas kegiatan sehari-hari oleh umat Hindu di Bali. Dalam kegiatan tersebut diperlukan seorang yang diyakini mampu untuk memimpin upacara tersebut sesuai dengan tingkat upacara, untuk kegiatan tingkat upacara kecil dan menengah diperlukan seorang pemangku untuk mengantar pelaksanaan suatu upacara.

Dibalik hal tersebut di atas sebenarnya pemangku juga sangat berperan penting di dalam menuntun umat dalam memahami ajaran agama Hindu, dimana di jaman global dan informasi, seorang pemangku dituntut untuk bisa mampu membina umat terutama kepada generasi muda yang merupakan generasi penerus dalam pengemban ajaran agama Hindu, sehingga para generasi muda betul-betul memahami agamanya sendiri dan tidak terjerumus terhadap hal-hal yang negatif. Seorang pemangku diharapkan dapat meningkatkan kualitas penghayatan serta pengamalan ajaran agama sehingga diperlukan pembekalan yang cukup bari para pemangku maupun calon pemangku. Baca pos ini lebih lanjut

MEWUJUDKAN JAGADHITA DENGAN KEPEMIMPINAN HINDU

Oleh : Eka Saputra

*Materi Utsawa Dharma Wacana Dewasa Putra Provinsi Sulawesi Tenggara dalam Utsawa Dharma Gita Tk. Nasional XII Tahun 2014 di Jakarta.

“Om Swastyastu”

Cita-cita ataupun Visi dan Misi dari ajaran Agama Hindu adalah seperti ucap sastra “Moksartham jagadhitaya ca iti dharmah artinya; “Tujuan Dharma adalah untuk mendapatkan Moksa dan Jagadhita”. Kemudian “Atmanam moksartham jagadhitaya ca” artinya; “Tujuan Atman (roh) adalah untuk mencapai Jagadhita dan Moksa”. Untuk mencapai Jagadhita dan Moksa ini bukan suatu hal yang mudah, tetapi bukan juga sesuatu yang tidak bisa diwujudkan. Mengapa demikian? Bukan hal yang mudah apabila manusia tidak kuat secara fisik dan rohani, tetapi sesuatu yang diyakini dapat diwujudkan/dicapai sepanjang manusia itu kuat secara fisik dan rohani tentunya juga dengan membekali diri dengan sastra-sastra/ ajaran-ajaran kebenaran/dharma.

Adanya kesadaran akan ketidak mampuan manusia secara fisik dan rohani untuk memimpin dirinya, dalam Brhad Aranyaka Upanisad dijumpai lantunan mantra suci untuk memohon tuntunan dari Hyang Parama Wisesa :

            Om Asato masad gamaya,

            Tamaso ma jyotir gamaya,

            Mrtyor ma amrtam gamaya” (Brhad Aranyaka Upanisad I.3.28)

 

Terjemahannya:

            “Om Hyang Widhi bimbinglah kami dari ketidak benaran menuju kebenaran yang sejati. Bimbinglah kami dari kegelapan menuju jalan yang terang benderang, Bimbinglah kami dari kematian rohani menuju kehidupan yang kekal abadi”.

Baca pos ini lebih lanjut

MENCOCOKAN BUDAYA HIDUP PALING SULIT (Renungan)

pedanda gunung

Ida Pedanda Gede Made Gunung

OM SWASTIASTU, OM AWIGNAMASTU.

Cerita ini adalah sebuah fakta di lapangan, walaupun yang dimaksud dengan fakta di sini tidak merupakan hasil dari penelitian, namun hanya berdasarkan pengamatan saja. Sekalipun demikian kenyataannya hal seperti ini sering terjadi. Bila hal ini tidak di ketahui secara dini, kemungkinan besar bisa akan terjadi hal-hal yang sangat kita tidak harapkan di dalam menjaga keharmonisan berumah tangga. Untuk itulah harapan saya semoga apa yang mampu saya tuwangkan di dalam tulisan ini semoga dapat membantu didalam mewujudkan rumah tangga yang harmonis dan rumah tangga yang bahagia seukuran manusia. Maka dari itu Tulisan ini didahului dengan sebuah cerita nyata namun tanpa menuliskan identitas yang sebenarnya.

Cerita;
Pada suatu hari ada sepasang remaja sedang memaduh kasih, disaat itu bayangan yang ada di hati mereka berdua tidak lain adalah gambaran kebahagiaan, keindahan, bermanja-manja. Bila si Pemudi kakinya tersandung sedikit, maka si pemuda akan bertanya dengan kalimat yang indah dan intonasi bahasa yang amat sopan: ” Bagaimana sayaaaang……!!!! Sakit sayaaaaang…! Hati-hati sayaaaaang….!!!. Sambil mengusap-ngusap kaki si perempuan yang dikatakan tersandung “. Disaat itu kelihatan mereka berdua tak ubahnya berperilaku seperti Dewa dan Dewi.

Si Pemuda setiap hari menawarkan diri untuk mengantar pacarnya kemana saja maunya, dengan tulus dan ikhlas. Siapapun melihat peristiwa itu pasti turut merasakan kebahagiaan yang mereka sedang lakukan, dan turut mendoakan agar situasi dan kondisi seperti itu bisa dipertahankan sampai mereka menyusun rumah tangga nantinya.

Namun sangat berbeda kondisinya setelah mereka melakoni perkawinan, kadang-kadang berubah 180 derajat. Bila istrinya yang nota bena mantan pancarnya itu lagi kesandung kakinya, kalimat yang keluar dari bibir suaminya, Rasa bahasanya dan intonasinya sangat berubah; keras, kadang-kadang bernada marah. Tidak lagi mau atau jarang-jarang mau mengantar istrinya ke pasar membeli bahan makanan untuk keperluan mereka. Pokoknya ada perubahan.

Kalau kita lihat secara nyata, yang pacaran dulu adalah mereka, yang kawin juga mereka, dan secara fisik tidak ada perubahan, kenapa sikap bisa terjadi perubahan???? Perlu saya tekankan disini, memang tidak semua pasangan suami istri yang seperti itu, masih banyak pula yang sadar dapat memelihara hubungan harmonis mereka seperti saat mereka pacaran. Namun dalam tulisan ini yang disorot adalah mereka yang kurang mampu mempertahankan keharmonisan itu. Disamping itu untuk menghindari terjadinya rumah tangga yang berantakan. Tolong renungkan hal ini bagi saudara yang belum berumah tangga maupun saudara yang telah berumah tangga.

Masing-masing punya kelemahan;
Kaum laki dan kaum perempuan masing-masing punya kelemahan, maka dari itu didalam berumah tangga hal ini perlu diketahui dan pun bisa digunakan sebagai alat untuk menuju hal-hal yang positif (keluarga yang harmonis). Kaum laki kelemahannya di mata, dan kaum perempuan kelemahannya di telinga. Walaupun hal ini tidak berdasarkan penelitian maka kenyataannya dilapangan sudah seperti itu.

Misalnya;
Kalau kita bersuami istri, bila si suami sedang marah atau sedikit tersinggung, bila kita berpegang pada teori diatas, “Laki punya kelemahan di mata”. Istri jangan ikut berbicara (melawan), kalau ikut melawan akan terjadi hal yang lebih rumit lagi. Lalu berprilakulah yang dapat menarik perhatiannya, misalnya; masuk ke kamar hias, berhiaslah yang dengan sempurna dan pakain sedikit menarik perhatiannnya (yang disenangi oleh mereka), setelah itu berjalanlah, usahakan dapat melintas minimal 2X lewat didepannya. Sudah pasti marahnya sedikit turun bahkan seketika mereda. Sebaliknya bila si istri marah atau ngomel, si laki jangan ikut melawan dengan bahasa yang keras, jangan digertak sebab disaat seperti itu si Istri akan tidak mau mundur (hindari KDRT ). lalu si laki harus menurunkan nada bahasanya, menghaluskan intonasi bahasanya saat menyaut, sebab kelemahan perempuan ada di telinga. Pasti marah istri itu akan mereda.

Mencocokan budaya hidup.
Yang paling sulit di dalam perkawinan adalah mencocokan budaya hidup, sebab budaya seseorang sangat sulit untuk dirubah, walaupun bisa akan memakan waktu sangat lama.

Misalnya:
Pada waktu pacaran sebelum nikah semua gambaran hidup yang bahagia, gembira, indah yang keluar, namun kebiasaan yang kurang baik jarang diutarakan bahkan tidak pernah dimunculkan, seperti misalnya salah satu dari mereka setiap tidur mendengkur, atau setiap tidur ngorok, lalu pasangannya tidak bisa tidur lelap bila tidur bersama dengan orang yang biasa mendengkur/biasa ngorok. ini akan menjadi masalah yang kemungkinan akan terjadi hal yang tidak diharapkan. Itu salah satu contoh, mungkin banyak lagi contoh yang bisa diambil.

Lalu bagaimana caranya supaya hal seperti itu tidak menjadi latar blakang pertengkaran. Solusinya begini;

1. Syukurilah apa yang kita dapati memang itu merupakan bagian dari hidup kita, sebab kitalah yang memilihnya sehingga terjadi pernikahan.

2. Disaat pacaran bila perlu utarakan hal-hal atau kebiasaan yang kita miliki, agar lawan jenis (calon pasangan) kita atau calon kita jauh sebelumnya sudah menyadarinya.

Demikianlah sekilas tulisan ini semoga ada manfaatnya demi keutuhan keluarga kita. Bila ada hal-hal yang tidak atau kurang berkenan di dalam tulisan ini mari kita mohonkan ampun kehadapan yang Maha Kuasa dengan ucapan parama santi;

OM SANTIH, SANTIH, SANTIH, OM.

-Ida Pedanda Gede Made Gunung-

Dasar Bali

Balinese culture, tradition, tourism and book

ST Kawula Wisuda

Sekaa teruna-teruni Banjar adat Kulub. Tampaksiring, Gianyar-Bali.

WP SHOP COLLECTION

Belanja Murah Terjamin & Berkualitas, Disini Tempatnya!!!

desak14cemplok

Serasa hidup kembali

...blog nak belog...

...catatan harian seorang manusia biasa...

Nyoman Djinar Setiawina

Sakiti diri sendiri sebelum menyakiti orang lain. Pengenalan terhadap diri sendiri awal daripada pengembangan pengetahuan.

Dharmavada

Pembawa Pesan Kebajikan & Kebenaran

CORETAN

Luapan Pikiran Tertulis Dalam Kertas

Baliaga

menggali jati diri orang Bali

INDONESIA EX-MUSLIM FORUM

Telling the truth about Muhammad and Islam

Puisi dan Cerpen Bali

Kumpulan-kumpulan puisi dan cerpen bahasa Bali karya I Wayan Kertayasa

perskanaka

LPM KANAKA FAKULTAS SASTRA UNIVERSITAS UDAYANA

IMBASADI

Ikatan Mahasiswa Bahasa dan Sastra Daerah se-Indonesia

FACETRICK's MP3 BALI

BANYAK CARA DENGAN TRICK

Indonesia Proud

Bangunlah Jiwanya...Bangunlah Badannya...Untuk Indonesia Raya!

Media Kanak Dusun

Istiqomah Dalam Bekarya Menuju Kemandirian

Different kind of Mahabharata

Another stories behind the epic

nakbaliblog

Jadilah Apa Yang Kita Suka, Bikinlah Apa Yang Kita Suka, Jalanilah Apa Yang Kita Suka

Artikel Ajaran Agama Hindu

Artikel Agama Hindu, Ajaran atau Pelajaran Tentang Agama Hindu