SAHABAT, KAU MENGERTI AKAN “ARTI NYEPI” KAMI SECARA UNIVERSAL!

Sehari setelah perayaan hari raya Nyepi Tahun Baru Saka 1934 ini, saya kembali pada aktifitas keseharian. Sambil mengisi waktu santai saya membuka ponsel untuk menengok berita pelaksanaan Nyepi (Jumat, 23/3/2012), di sebuah jejaring sosial (Facebook) alis saya mengkrucut membaca sebuah tautan mengenai komplain beberapa umat tetangga di luar Bali (yang tidak mengerti permasalahan dan tidak memahami toleransi), mereka tidak terima dengan himbauan Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Bali dan Kementerian Agama melalui Kanwil Kemenag Prov. Bali bersama PHDI, mengenai himbauan  umat Muslim Sholat seperti biasa di Masjid, namun tidak menyalakan TOA (pengeras suara) saat pelaksanaan ibadah, untuk menyesuaikan dengan situasi Nyepi. Kebetulan sekali perayaan Nyepi tahun ini memang jatuh pada hari Jumat, di mana umat Muslim melaksanakan ibadah Sholat berjemaah di Masjid.

Saya tidak mau terlalu memikirkan mengenai tautan dan rumor orang yang tidak tau duduk permasalahan tersebut, takutnya saya ikut terbawa arus emosi bila berdebat di sana. Kembali saya gulirkan layar ponsel dan membaca berita lainnya. Tiba-tiba, alis saya yang tadinya mengkerucut menjadi kembang lagi dan bibir saya seketika tertarik kecil ke samping. Yaa… saya tersenyum ketika membaca sebuah berita di situs VivaNews.com, berita dari seorang sahabat Muslim yang pada saat Nyepi berada di Bali. “Nyepi, Andai Sebulan Sekali”, ya begitulah judulnya. Berikut saya sajikan kembali apa yang ditulis oleh sahabat Glory Muchtar (JUM’AT, 11 MARET 2011), artikelnya cukup panjang, harapan saya dengan menyajikan artikel ini kembali, semoga sahabat umat beragama bisa meniru sikap toleransi yang baik ini. Mari kita saling menjaga perasaan dan jangan memandang dari segi negatif kepercayaan orang lain. Baca pos ini lebih lanjut

TRADISI “MBED-MBEDAN” DI SEMATE

Warga Desa Adat Semate antusias melaksanakan tradisi mbed-mbedan.

Setiap Ngembak Geni, sehari setelah Hari Raya Nyepi, masyarakat dapat menyaksikan gelaran tradisi unik di Desa Adat Semate, Kelurahan Abianbase, Kecamatan Mengwi-Badung. Upacara/tradisi menarik itu dinamakan Mbéd-Mbédan. Seperti yang diberitakan Bali Post, Tradisi warisan leluhur itu sempat vakum selama hampir 40 tahun, namun belakangan ini dibangkitkan kembali. Seperti apa tradisi tersebut?

RAJA PURANA MENYEBUTKAN

Mbed-mbedan tak terlepas dari keberadaan Desa Adat Semate. Dalam Raja Purana itu dikisahkan, Rsi Mpu Bantas melakukan perjalan suci ke sebuah hutan yang ditumbuhi kayu putih. Di situ beliau bertemu dengan sanak keturunan Mpu Gnijaya. Beliau sempat bertanya kepada warga, kenapa berada di wilayah hutan itu. Warga kemudian menjawab alasannya, karena tidak sependapat dengan tindakan raja. Karena hutan itu angker, Rsi Mpu Bantas menyarankan warga membuat tempat pemujaan agar selamat. Baca pos ini lebih lanjut

MELIRIK OGOH-OGOH DI JAKARTA SAAT NGERUPUK 2012 (Part 3 End)

Swastyastu sahabat bloger. Okay… saatnya menyelesaikan berbagi cerita lirik-melirik Ogoh-Ogoh di Jakarta kali ini. Setelah cerita dan gambar Melirik Ogoh-Ogoh Part 1 dan Part 2 yang lalu, sekarang giliran part 3 end. Ini semua adalah foto Ogoh-Ogoh yang pertama kali saya ambil di Jakarta. Walau dalam perayaan Nyewi 1934 Saka ini saya gak bisa menikmatinya bersama keluarga di Bali, ternyata hikmah perayaan Nyepi bisa saya rasakan juga di Jakarta. Wahhh.. ini benar-benar “sesuatu banged…!!”.

Baik sahabat bloger semuanya, kita lirik lagi gambar-gambar terakhir yuk……..!! Cekidot gan… ^_^ Baca pos ini lebih lanjut

MELIRIK OGOH-OGOH DI JAKARTA SAAT NGERUPUK 2012 (Part 2)

Wah lama gak ngepost lanjutan dari lirikan mata masyarakat Jakarta saat Ngerupuk (Acara Taur Kasanga) di Monas. Oke,, hari ini akan saya lanjutkan cerita Melirik Ogoh-Ogoh di Jakarta saat Ngerupuk 2012 (part 1) setelah Taur Kasanga  kemarin.

Oh iyaaa, Parade Ogoh-Ogoh tahun 2012 di Monas ini didukung sepenuhnya oleh Gubernur DKI Jakarta, Bapak Fauzi Bowo yang akrab disapa Foke. Bahkan Bapak Gubernur sendiri  yang membuka acara Parade Ogoh-Ogoh ini. Salut deh buat Pak Foke. Semoga acara Taur Kasanga, Ngrupuk dan Parade Ogoh-Ogoh  ini bisa dilaksanakan terus di Monas setiap tahun sekali.

Yuk kita lanjut untuk larak-lirik kreasi pemuda Hindu di Jakarta melalui Parade Ogoh-Ogoh 2012 se-Jabodetabek Kamis (22/3/2012) lalu. Ikuti saya yukz…., ngintil ya, gak usah pake teropong ngintipnya.. ^_^ Baca pos ini lebih lanjut

MELIRIK OGOH-OGOH DI JAKARTA SAAT NGERUPUK 2012 (Part 1)

Bicara Masalah Nyaga atau Ngrupuk sebagai salah satu rentetan upacara Nyepi, pasti identik dengan Ogoh-Ogoh. Ogoh-Ogoh merupakan sebuah apresiasi budaya, pengembangan daya kreatifitas pemuda di Bali pada awalnya, yang dianggap sebagai perwujudan nyata Sang Kala yang di somya saat itu. Di Bali setiap tahun Ogoh-Ogoh selalu menghiasi perayaan Nyaga/Ngrupuk/Tawur Agung, bahkan Ogoh-Ogoh juga dilombakan.

Pertanyaannya sekarang, “Apakah hanya di Bali saat Pangrupukan (Taur Agung sasih Kasanga) membuat Ogoh-Ogoh?

Eitt.. eiitz.. jangan salah lho..!! Di Jakarta ternyata pemuda Hindu juga membuat Ogoh-Ogoh untuk dipentaskan saat upacara Pangrupukan dan dipentaskan bersamaan di Silang Monas. Nahh, seperti apa rupa Ogoh-Ogohnya? Kita lirik sama-sama yukz…………!!

Gambar 1.

Cakra Mukti, Madu Sudana Angruat Buta Bakasura. Ogoh-Ogoh karya Kesatuan Pemuda Suka Duka Hindu Dharma (KPSDHD) Rawamangun, Penyungsung Pura Aditya Jaya Rawamangun Jakarta Timur ini bercerita tentang turunnya Dewa Wisnu menjadi Madu Sudana guna membunuh raksasa Bakasura yang terkenal kejam dan bengis.

Gambar 2.

Mahakala, karya pemuda Hindu Banjar Jakarta Pusat, penyungsung Pura Agung Wira Satya Bhuana Paspampres Tanah Abang. Pemuda di sini kebanyakan adalah TNI dan dari Pasukan Pengaman Presiden. Ogoh-ogoh ini bercerita tentang penciptaan alam semesta dan penjelmaan Dewi Uma, sakti dewa Siwa menjadi Dewi Durga.

Gambar 3.

Narasinga Wijaya, karya pemuda Hindu Banjar Suka Duka Depok, sebuah cerita tentang turunnya Wisnu ke dunia untuk mendamaikan suasana di bumi melawan raja raksasa Hiranyakasipu yang kejam karena kelalimannya merasa mendapatkan berkah dari Brahma untuk tidak mati oleh manusia, dewa, ataupun kala, tidak di darat, air, ataupun di udara. Hiranyakasipu adalah raja yang menyengsarakan rakyat, menebar benih ketakutan.

Gambar 4.

Kala Tara, Karya Pemuda Hindu (KPSHD) di Lenteng Agung Jakarta Selatan. Ogoh-Ogoh ini bercerita tentang sifat manusia di jaman sekarang yang dipengaruhi oleh Kala Tara yang mengendalikan keserakahan manusia, manusia tidak pernah puas dengan apa yang dicapainya. Tanpa melihat saudara, kawan, atau lawan, demi ambisi dan keinginannya menghalalkan segala cara untuk menggapainya. Hal itu disimbulkan dengan raksasa yang menggendong Bumi dan ingin menguasainya sendiri.

Gambar 5.

Raksasa Alengka - Bercerita tentang sifat-sifat kerakusan, kekejaman dan kejahatan para raksasa di Negeri Alengka yang dipimpin oleh Rahwana Raja. Ogoh-Ogoh ini karya Pemuda Hindu banjar Ciangsana.

bersambung….. Part 2

MELASTI DALAM RANGKAIAN NYEPI TAHUN BARU SAKA 1934 DI JAKARTA

Dalam Rangakaian pelaksanaan hari Raya Nyepi, umat Hindu biasanya melaksanakan upacara melasti. Upacara melasti, mekiyis atau melis, intinya adalah penyucian Bhuana Alit (diri kita masing-masing) dan Bhuana Agung atau alam semesta ini. Dilakukan di sumber air suci kelebutan, campuan, patirtan dan segara.

Di Bali umat Hindu melaksanakan upacara Melasti dengan mengusung pralingga atau pratima Ida Bhatara dan segala perlengkapannya dengan hati tulus ikhlas, tertib dan hidmat menuju samudra atau mata air lainnya yang dianggap suci. Upacara dilaksanakan dengan melakukan persembahyangan bersama menghadap laut. Setelah upacara Melasti usai dilakukan, pratima dan segala perlengkapannya diusung ke Balai Agung di Pura Desa.

Hal itu juga dilaksanakan oleh seluruh Umat Hindu di Jakarta. Kemarin Minggu (18/3/2012) Umat Hindu di Jakarta melaksanakan upacara Melasti secara serempak, yang dipusatkan di Pura Segara Cilincing Jakarta Utara. Baca pos ini lebih lanjut

PANGANJALI, SWASTIKA DAN PARAMASANTI

AGNIH PURVEBHIR RSIBHIR,

IDYO NUTANAIR UTA,

SA DEVAM EHA VAKSATI. (RG VEDA. SUKTA 1.2)

“Semoga Tuhan yang senantiasa dipuja para bijak dimasa lalu dan sekarang, menjadi sumber inspirasi orang-orang bijaksana di segala jaman.”

Om Swastyastu,

Saudaraku Umat Hindu terkasih, pada kesempatan kali ini izinkan saya untuk memetik sebuah pengetahuan suci dari sebuah Pustaka Hindu yang mungkin sudah pernah saudaraku baca, namun alangkah baiknya apabila saudaraku kembali membaca tentang pengetahuan suci ini. Petikan kecil ini saya ambil dari sebuah buku yang berjudul “Upadesa, Tentang Ajaran-Ajaran Agama Hindu”. Buku ini menceritakan percakapan Rsi Dharmakirti dengan Sang Suyasa mengenai ajaran-ajaran suci agama Hindu, namun dalam tulisan ini saya hanya memetik satu ajaran yang sangat penting dan wajib diketahui oleh seluruh umat Hindu. Ajaran itu adalah pengetahuan suci mengenai salam Umat Hindu dan lambang suci Agama Hindu. Mari kita simak bersama-sama.

OM SWASTYASTU DAN SWASTIKA

Pada suatu hari datanglah Sang Suyasa, seorang sisya berkunjung ke asrama Jagadhita untuk mendapatkan pengetahuan suci dari Rsi Dharmakirti, sang guru suci yang telah terkenal pengetahuan dan laksananya dalam kebenaran yang tinggi yaitu pengetahuan suci dari Weda-Weda. Baca pos ini lebih lanjut

HINDU DAN DESA PAKRAMAN MENATAP EKSISTENSI HINDU DI BALI

(Kritik Majalah Raditya Edisi 139, Februari 2009)

Oleh :  Ida Bagus Wika Krishna

Penyuluh Agama Hindu Kandepag Klaten
Dosen STHD Klaten, Jawa Tengah

(Kini (2012) Pembimas Hindu di Provinsi DI Yogyakarta)

Hindu adalah Sanatana Dharma merupakan agama abadi yang selalu tumbuh subur di hati penganutnya. Karakter yang luwes dan toleran namun bersikap tegas terhadap hal-hal yang menjadi dasar dan inti ajaran Wedanta, membuatnya selalu hidup berdampingan dengan budaya setempat, sifatnya mencerahkan dan memberi jiwa.

Di Bali desa Pakraman merupakan wadahnya, sedangkan jiwanya adalah Hindu. Dalam menghadapi deraan globalisasi dan gerakan konversi agama, keduanya harus bersinergi menjadi satu kesatuan yang kuat. Perkembangan tidak akan dapat diraih dengan proses pembusukan salah satunya.

Dalam majalah Raditya edisi 139, bulan Februari 2009 tampaknya mengangkat tema sentral mengenai eksistensi Desa Pakraman (Adat), di sampulnya secara jelas bertuliskan judul “Desa Adat di Bali: Memperkuat atau Memperlemah Hindu”. Dari tema yang disodorkan maka pembaca sudah digiring pada proses mempertanyakan dan mengkritisi tentang eksistensi Desa Pakraman apakah memperkuat atau memperlemah Hindu sebagai sebuah agama. Secara berkesinambungan kemudian satu-persatu artikel didalamnya mencoba mengupasnya, namun entah atas landasan pencerahan, strategi penjualan, atau memang menggiring opini pembaca bahwa sebenarnya Desa Pakraman telah menghambat perkembangan Hindu, sehingga pilihan-pilihan judulnya cenderung bersifat provokasi penghujatan terhadap eksistensi Desa Pakraman dan melepaskan dari identitas kehinduannya. Beberapa artikel diantaranya berjudul : Baca pos ini lebih lanjut

PUJAWALI PURA AGUNG WIRA SATYA BHUANA PASPAMPRES TANAH ABANG JAKARTA PUSAT

Purnama Sasih Kasanga, bertepatan dengan Buda Kliwon Pahang (7/3/2012), dilangsungkan Upacara Piodalan/Pujawali dan pacaruan di Pura Agung Wira Satya Bhuana, Tanah Abang. Piodalan di sini memang dilakukan setahun sekali. Pura ini adalah satu-satunya pura yang ada di wilayah Jakarta Pusat, yang beralamat di Jl. Kesehatan, Komplek Paspampres, Tanah Abang.

Piodalan/Pujawali yang diawali dengan Upacara Pacaruan tersebut dimulai pukul 17.30 WIB, yang dipuput oleh Ida Padanda Gede Putra Sideman dari Gria Cileduk Banten. Piodalan kali ini merupakan piodalan yang ke-20, yang dihadiri juga oleh Dirjen Bimas Hindu, Ketua PHDI Pusat dan Pembimas Hindu Provinsi DKI Jakarta, Bapak I Gede Jaman, S.Ag.,M.Si. Baca pos ini lebih lanjut

NYAAGANG MERUPAKAN PENGHORMATAN KEPADA LELUHUR

Tradisi Nyaagang dilakasanakan bertepatan dengan perayaan Hari Raya Suci Kuningan yang jatuh pada Saniscara (Sabtu) Kliwon wuku Kuningan, sebagian besar masyarakat Klungkung menggelar Tradisi ini. Upacara (tradisi) Nyaagang ini dilaksanakan di depan angkul-angkul rumah masing-masing sebelum tengah hari. Kata nyaagang berasal dari kata saag mendapatkan awalan N- (nasal ny-) dan akhiran -ang sehingga menjadi nyaagang.

Upacara Nyaagang oleh sebagian besar umat Hindu di Klungkung, dimaknai sebagai wujud kembalinya roh leluhur ke alam Nirwana (surga). Roh leluhur diyakini datang berkunjung ke alam marcapada selama Galungan hingga Kuningan.

Menurut Jero Mangku Mujana, mantan Klian Gede Pura Dalem Bugbungan, Gelgel, Klungkung, roh leluhur diyakini datang pada Penampahan Galungan menengok keturunannya yang masih hidup. “Penampahan Galungan dimaknai sebagai Nampe, yang artinya menerima kedatangan roh leluhur”, ujar Jero Mangku Mujana. Baca pos ini lebih lanjut

Dasar Bali

Balinese culture, tradition, tourism and book

ST Kawula Wisuda

Sekaa teruna-teruni Banjar adat Kulub. Tampaksiring, Gianyar-Bali.

WP SHOP COLLECTION

Belanja Murah Terjamin & Berkualitas, Disini Tempatnya!!!

desak14cemplok

Serasa hidup kembali

...blog nak belog...

...catatan harian seorang manusia biasa...

Nyoman Djinar Setiawina

Sakiti diri sendiri sebelum menyakiti orang lain. Pengenalan terhadap diri sendiri awal daripada pengembangan pengetahuan.

Dharmavada

Pembawa Pesan Kebajikan & Kebenaran

CORETAN

Luapan Pikiran Tertulis Dalam Kertas

Baliaga

menggali jati diri orang Bali

INDONESIA EX-MUSLIM FORUM

Telling the truth about Muhammad and Islam

Puisi dan Cerpen Bali

Kumpulan-kumpulan puisi dan cerpen bahasa Bali karya I Wayan Kertayasa

perskanaka

LPM KANAKA FAKULTAS SASTRA UNIVERSITAS UDAYANA

IMBASADI

Ikatan Mahasiswa Bahasa dan Sastra Daerah se-Indonesia

FACETRICK's MP3 BALI

BANYAK CARA DENGAN TRICK

Indonesia Proud

Bangunlah Jiwanya...Bangunlah Badannya...Untuk Indonesia Raya!

Media Kanak Dusun

Istiqomah Dalam Bekarya Menuju Kemandirian

Different kind of Mahabharata

Another stories behind the epic

nakbaliblog

Jadilah Apa Yang Kita Suka, Bikinlah Apa Yang Kita Suka, Jalanilah Apa Yang Kita Suka

Artikel Ajaran Agama Hindu

Artikel Agama Hindu, Ajaran atau Pelajaran Tentang Agama Hindu